RSS

dimana budaya-budaya ini sekarang?


Budaya? Sebagai warga Indonesia yang sah dan memiliki KTP, secara tidak langsung, kita adalah warga dari negara berbudaya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Pokok bahasan dari budaya itu sangat luas. Kita sebagai orang Indonesia yang berbudi luhur pasti tahu dengan budaya yang akan dibahas ini, tapi belakangan kita bisa melihat, merasakan (bahkan mungkin mengalami) sudah mulai berkurang. Jadi, kami coba mengangkatnya deh, supaya kita mau mengembalikan budaya kita, menjadi budaya sesungguhnya! Apa sajakah itu?
1.      Cium Tangan Orang Tua
Semasa TK dan SD, bukankah kita semua diajarkan untuk mencium tangan orang tua saat kita akan pergi ke sekolah, ngaji, atau berpamitan saat kita akan pergi kemanapun. Budaya cium tangan  ini dilakukan sebagai penghormatan serta rasa terima kasih anak terhadap orang tua, juga dapat menanamkan perasaan cinta kepada mereka. Jangan lupa cium tangan orang tua yaa.. J
2.      Penggunaan Tangan Kanan
Mungkin jika kita hidup di negara lain, penggunaan tangan baik kanan maupun kiri, itu bukanlah sebuah masalah. Tapi, hal ini bukanlah budaya negara kita. Budaya kita mengajarkan berjabat tangan, memberikan barang kepada orang lan, dan makan menggunakan tangan kanan. Kecuali jika dianugrahkan menadi orang kidal.
3.      Senyum dan Sapa
Dulu, citra bangsa kita adalah bangsa yang ramah tamah dan murah senyum. Kita lestarikan, jangan sampai hilang yaa.. Dengan kita menjadi orang yang murah senyum dan suka menyapa tidak akan merugikan kita, bahkan kita akan bertambah pahala, karena senyum merupakan ibaah yang paling ringan, dan sapa akan menambah keakraban kita pada sesama.
4.      Musywarah
Budaya ini sudah jarang kita temukan di kota – kota besar. Kebanyakan penduduk kota mementingkan egonya masing-masing. Tapi, coba kita tengok penduduk desa yang masih menanamkan budaya bermusyawarah ini. Hidup mereka lebih tentram, tenang, tidak saling menjatuhkan, semua masalah diselesaikan dengan mencari jalan yang mufakat. Jadi sebaiknya, kita ‘yang masih muda’ harus melestarikan budaya ini demi keberlangsungan Indonesia yang tentram dan mencintai perdamaian. And the last culture is...
5.      Gotong royong
“Elo elo, gue gue”. Maaf ya, ini bukan “Untukku agamaku, untukmu agamamu”. Beda sob! Ada apa dengan ‘kita’??! kita sebagai muda-mudi Indonesia harus menanamkan rasa simpati kepada sesama. Kita contoh para pahlawan yang dengan gotong royong bisa mengusir penjajah, tidak saling curiga, dan yang penting adalah persatuan mereka sangat kuat.
Sepertinya kita memang mesti mencontoh budaya negara lain juga supaya negara kita bisa menjadi negara yang disiplin seperti negara–negara lain. Negara yang tingkat kedisiplinannya tinggi yaitu negara Jepang. Orang–orang Jepang memiliki kebiasaan–kebiasaan yang patut kita contoh, yaitu:
1.      Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.
2.      Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dari pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
Tapi sepertinya, kita juga tidak perlu melakukan harakiri disaat kita malu akan sesuatu. Cukup kita ambil positifnya saja.
3.      Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.
4.      Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.
5.      Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.
6.      Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita. Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan juga kereta cepat (shinkansen). Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
7.      Budaya Baca
Jika masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat manga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang sampai zaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.
8.      Kerja Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”. Budaya musyawarah ternyata memang diperlukan, bukaan?!
9.      Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Di Yochien (setingkat TK) setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.
10.  Jaga Tradisi
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Jika seorang pengendara sepeda di Jepang menabrak pejalan kaki , maka si pejalan kaki yang ditabraklah malah yang akan minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang. Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.
Negara bunga sakura ini kaya dengan berbagai kebudayaan leluhurnya yang beraneka ragam. Walaupun saat ini perkembangan teknologi di Jepang terus up date dalam hitungan perdetik , namun sisi tradisional masuh terus dilestarikan hingga sekarang ini. Berbeda dengan Indonesia, jika budaya mereka sudah akan direbut oleh negara lain, barulah mereka membudidayakan kembali budayanya, segala sesuatunya berbau budaya yang akan terebut itu. Yaah, itulah Indonesia.
Semoga, kita kaula muda bisa merubah bangsa ini. Setidaknya bisa kita mulai dari diri kita sendiri, melebar ke orang-orang terdekat kita, dan bisa seluruh bangsa Indonesia, dari Merauke sampai ke Sabang. Semangat untuk kaula muda bangsa Indonesia...
がんばってくださいね!!!  J

Read Users' Comments (0)